Meskipun wanita tua itu menyambutnya dengan senyuman, tak urung nampak juga rona kekhawatiran di wajahnya. Jalanan sudah mulai gelap dan sepi. Pria muda itu pun tampak lusuh dan kusam. Jangan-jangan dia mempunyai niat buruk. Pria itu nampaknya menyadari kekhawatiran si wanita tua, dengan segera dia berkata, “Saya hanya ingin menolong Anda, jangan takut, Anda masuk saja ke dalam mobil. Di luar agak dingin. Ngomong-ngomong nama saya Subarkah.”
Sementara wanita tua itu masuk ke dalam mobil, Subarkah segera membetulkan ban mobil. Beberapa saat kemudian, pekerjaannya selesai. Melihat baju dan celana Subarkah kotor dan mukanya berkeringat, wanita itu menawarkan upah untuk jasa Subarkah, namun Subarkah menolak. Menurutnya menolong orang bukanlah pekerjaan, sebelumnya sudah banyak orang yang menolong dia, kini dia hanya berusaha membalas jasa orang-orang itu, meneruskan rantai kebaikan yang mereka berikan. Kepada wanita itu, Subarkah hanya menyarankan agar apabila dia melihat orang yang membutuhkan pertolongan, wanita itu mau menolong.
Sambil sekali lagi mengucapkan terima kasih, wanita tua itu pun melanjutkan perjalanannya. Tidak henti-hentinya dia bersyukur karena ada orang yang mau menolongnya. Dia tidak bisa membayangkan seandainya tadi tidak ada yang menolong, entah bagaimana jadinya. Dalam perjalanannya, wanita tua itu berhenti untuk membeli buah di pinggir jalan sebagai oleh-oleh untuk cucunya. Penjual buah itu adalah seorang wanita muda yang sedang hamil tua. Meskipun nampak guratan kesedihan di raut wajahnya, penjual itu tetap melayaninya dengan ramah. Sedikit keheranan, wanita itu bertanya-tanya dalam hati, “Orang ini adalah orang miskin, tapi seperti juga dengan Subarkah tadi, kelihatannya ikhlas sekali menjalani kehidupannya.”
Teringat dengan perkataan Subarkah, wanita tua itu segera mengambil pulpen dan menulis sesuatu di secarik kertas dan memasukkannya ke dalam amplop. Ketika penjual itu masuk ke dalam untuk mengambil kembalian, wanita tua itu menaruh amplop tadi dan segera pergi tanpa menunggu kembalian.
Penjual yang mengira wanita tua itu lupa akan kembaliannya, segera bergegas keluar. Di atas tumpukan buah dia menemukan sebuah amplop berisi uang 1 juta rupiah. Di dalam amplop itu terdapat secarik kertas bertuliskan, “Saya tahu Anda sangat membutuhkan pertolongan. Saya tidak berharap apa-apa, hanya ingin agar apabila Anda melihat orang yang membutuhkan pertolongan, Anda mau menolongnya.”
Mata wanita muda itu berkaca-kaca, tidak disangkanya seseorang datang memberikan pertolongan di saat dia benar-benar membutuhkannya. Sebentar lagi dia akan melahirkan, sementara biaya untuk melahirkan masih kurang. Gaji dari suaminya yang buruh pabrik, hanya cukup untuk makan sehari-hari. Teringat akan suaminya, wanita itu berbisik dalam hati, “Semua akan baik-baik saja, suamiku tersayang, Subarkah.”
Pelajaran: Kita akan menuai apa yang kita tanam. Apabila kita sering melakukan perbuatan baik, entah kapan pasti akan ada balasan yang setimpal.
Silahkan mengcopy isi artikel di blog ini tetapi harus disertakan link sumber (aktif). Apabila Admin menemukan konten yang tidak menyertakan link sumber (aktif), Admin akan mengirimkan DMCA Complaint ke pihak Google.
Anda tentu tidak mau website atau blog Anda kena deindex bukan?
0 Response to "Cerita Inspirasi : Tuai Apa Yang Kita Tanam"
Post a Comment
Hargai pendapat orang lain agar orang mau menghargai pendapat Anda. Komentar spam, irrelevant link dan junk otomatis dihapus.